Kamis, 23 April 2009

cerita bagian empat

Aku memejamkan mata sejenak. Melupakan kericuhan di kantor yang lama-kelamaan terasa seperti insane asylum. Untungnya aku sadar kalau kakiku mendorong laptop yang hampir terjatuh dari atas kasur. Aku cepat2 membenarkan posisinya. Ada dua laptop yang tergeletak di dekat tubuhku yang melemas karena capek berpikir. Laptop putihku untuk menulis, menulis dan menulis apapun itu. Karya imajinerku banyak terpampang di situ. Tapi baru ada beberapa yang terpublikasi. Yang lainnya tak lulus sensor.hahaha… Dan kini aku sedang terperangkap deadline artikel berbau filsafat yang harus segera aku selesaikan akhir minggu ini. Aliran di luar jalurku yang selalu mengingatkanku pada pertanyaan di mata kuliah semester satu, “apa itu filsafat?”. Jawabannya saja diuraikan dengan analogi. Huh Bingung. Tapi karena permintaan industri yang menggodaku dengan harga tinggi, akhirnya kukerjakan saja tulisan ilmiah itu. Dan laptop hitam yang hampir terjatuh tadi, isinya penuh dengan urusan pribadi, yang tidak lagi prinsipil bagiku. Hasrat menulisku begitu menggebu-gebu kala itu, tapi entah kenapa mataku tertuju pada si hitam. Aku senyum2 sendiri tatkala menekan tombol power di samping kanan atas si hitam. Aku ingin menghibur diriku sejenak. Melihat foto-fotoku dengan seseorang yang kucintai dan tak kucintai. Folder foto-fotoku yang selalu memancarkan panorama bahagia dari seorang penulis kelas kecebong. Foto-foto yang tak pernah berobjek seorang subjek.
Aku mengklik folder berjudul “Past Present Future”. Foto-fotoku dan pacarku. Sudah lima tahun aku bersamanya. Impianku adalah bisa menikah dengan seorang lelaki yang hampir sempurna seperti dirinya. Angkasa Putra namanya. Baik, perhatian tapi juga cuek, mendekati kriteriaku lah termasuk juga fisiknya yang sangat pria. Tapi entah mengapa kala itu aku benar-benar merasa bosan melihatnya. Aku suka tapi aku sedang tidak ingin memperhatikan foto-foto yang hampir setiap hari kubuka. Yang terpampang di sana adalah aku dan Angkasa, tapi itu dulu. Foto yang diambil terakhir kali adalah sekitar setahun lalu. Kini ia sedang tidak hadir. Ia terlalu mencintai pekerjaannya yang terus-terusan memisahkanku darinya. Hari ini dia ke Yogyakarta, kemarin ke Samarinda, besok ke Bali, lusa ke Lombok, begitu terus. Seolah-olah aku ini hanyalah sebuah nama baginya, cukup disebut saja kalau tak ada pun tak apa.huff… Kualihkan mouse-ku ke tombol back. Ada gambar-gambar lain yang terpampang disana. Senyumku mengembang ketika melihat foto diriku bersama para sahabat. Tiga orang pria yang selalu menemani kegundahanku di kantor. Tak usah kusebutkanlah namanya, nanti mereka ke-ge-er-an lagi.hihihi… Merekalah yang hampir menggantikan sosok Angkasa yang seharusnya ada untukku, seharusnya ia ada disaat kubutuhkan, seharusnya ia ada disaat senang dan susahku. Padahal aku baru saja mengenal tiga orang ini. Mereka lucu, selalu menghiburku. Ada si pendiam, ada si anak kecil, ada juga si troublemaker. Tapi tiga orang ini lebih mengerti karena mereka tak pernah me-reject telponku, karena mereka tak pernah marah-marah ketika ku hanya ingin mengobrol sejenak. Mereka suka memberikan pelukan ketika ku sedang pilu, mereka juga selalu menemaniku di sela-sela waktu revisi yang sudah pasti ujung-ujungnya membuatku stress, kadang mereka juga memberikan ciuman pertemanan. Tapi mereka tetaplah para sahabat, bukan pacar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar