Jumat, 24 September 2010

Ayahku dan Ibuku: Aku Karena Kalian

ayah dan ibu menua.
semakin terlihat kerut keriput di wajahnya dan rambut2 mereka yang memutih.
di sisa hidup kami, mereka masih sabar menghadapi anak pembangkang sepertiku.
aku selalu mengeluh jika disuruh, aku selalu berbicara dengan nada marah, aku bahkan tak pernah mencium mereka.
di usiaku yang hampir seperempat abad bahkan aku belum sanggup membahagiakan mereka.
aku selalu ingat saat-saat dimana kami berbeda pendapat, bertengkar hebat.
ibu yang mendidikku dengan beberapa cambukan bila aku nakal.
ayah yang terbatas pengetahuannya hanya seputar ekonomi dan ekonomi. dan aku marah.
kami berbeda generasi.
kami berbeda paham.
kami sering bertengkar.
betapa aku sangat menyayangi mereka tapi malu mengungkapkannya.
biarlah huruf2 ini yang menyampaikannya.

aku pembangkang.
biar begitu aku hanya nakal terhadap mereka.
godaan di luar terkalahkan.
aku tak taat ibadah. aku belum sadar arti agama.
tapi aku takut Tuhan.
Takut ketika Tuhan mengambil nyawa mereka.
aku masih menjadi anak durhaka yang tak tahu doa untuk orang tua.


aku ingin memeluk mereka.
meski entah siapa yang akan bertemu Tuhan lebih dulu, aku atau mereka?
jika mereka pergi, akankah ku sanggup berdiri?
dan melanjutkan hidup keluarga ini?
jika aku mati. itu lebih baik.
aku bersandar di batu nisan atas namaku sendiri.
memandang masa depan yang dikelilingi dengan tanah, cacing dan surga.


ini dunia.
aku berusaha untuk tak tertarik dengannya.
setetes alkohol bumi yang memabukkan, dan sengatan serangga-serangga jahat yang mematikan.
aku karena ayah dan ibuku.
yang kata pepatah tak jatuh jauh dari pohonnya.
tapi tetap saja kami berbeda.
mereka matang.
aku berdiri jauh dari mereka.
ingin aku dipeluknya.
sebelum aku menutup mata.

iringi cintaku untuk kalian yang tak pernah tahu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar